FTP: Bedah Buku Perjalanan Jiwa Menuju Akherat

Pengantar Redaksi
Kematian tetaplah misteri. Sebaga misteri, dia bisa menggairahkan, tapi juga bisa menakutkan. Kedua-duanya memerlukan penjelasan. Maka, meski tak ada orang mati kembali, tak putus upaya arang untuk berusaha menjelaskan misteri ini. Mulai paranormal, hingga filsuf dan sufi. Buku ini adalah suatu kontribusi penting bagi upaya untuk menyorotkan secercah sinar atas misteri ini. Demikian bunyi respon Dr. Haidar Bagir mengomentari buku Perjalanan Jiwa Menuju Akherat karya Dr. Kholid Al-Walid.
Sebuah buku yang mengangkat beragam tema eskatologi; kematian, alam kubur, nikmat dan azab, hakekat dan makna kiamat, bahan dasar akhirat, kebangkitan jasmani, makna sirat, lembaran kitab, perhitungan dan penimbangan, tingkat dan keadaan manusia pada Hari Kiamat, kebahagiaan dan penderitaan, serta surga dan neraka.

Buku ini merupakan sebuah upaya eloborasi, kombinasi dan harmonisasi antara argumen rasional dengan doktrin agama dari seorang Filsuf Muslim, Mulla Sadra. Melalui filsafat Hikmah Muta’aliyahnya ( prinsipalitas wujud, kerelatifan kuiditas, ambiguitas wujud, kontiunitas wujud, wujud mental, prinsip emanasi, gerakan transubtansial, kesatuan objek subjek dan alam imajinal) Mulla Sadra berhasil mengharmoniskan antara doktrin agama sekaligus mengantarkan pada kesadaran spirtitual melalui agumentasi rasional.

Dr. Kholid Al-Walid selaku penulis buku berhasil mempertahankan jumat, 18 april 2008 pada Program doktoral dalam Pemikiran Islam di Universitas Islam Syarif Hidayatullah, Jakarta. Buku yang sebenarnya pengembangan lanjut dari disertasi ini mempunyai banyak keistimewaan. Tidak banyak buku berbahasa Indonesia yang berbicara tentang eskatologi dengan pemaparan rasional dari seorang filsuf muslim. Inilah yang membuat buku ini unik karena memberikan gambar begitu indah dan rasional sekaligus mendekatkan kesadaran kita akan alam akherat secara alamiah.

Riset STFI melalui program Forum Temu Pakar (FTP) senin 09/01/2017 berusaha menggali lebih lanjut isi buku ini dengan menggelar acara bedah buku. Menghadirkan penulis Dr. Kholid Walid dan penanggap Dr. Ikhlas Budiman. Berikut transkip diskusinya.

Diskusi
Perjalanan Jiwa Menuju Akherat

Dr. Kholid langsung memberikan sebuah pertanyaan untuk menjelaskan isi buku. Ya,.. buku ini mengulas tentang problem kematian, ini adalah fitrah manusia, apa sih yang terjadi setelah mati? Kenapa kita takut terhadap kematian yang sebenarnya alamiah?, bukankah kematian itu sebagai nasehat seperti hadis nabi?. Kematian memang terus menjadi misteri.

Banyak karya yang mengulasnya. Mulai dari ulasan versi teologi, juga literal berdasarkan tek agama. Namun begitu, kehidupan paska kematian adalah kepercayaan prinsipil yang ada pada setiap agama. Ada dua hal prinsip dalam agama, pertama percaya pada Tuhan dan kdua percaya kehidupan paska kematian.
Kematian bisa dibahas dalam berbagi sudut pandang. Mulai dari topik live after death yang dibahas dalam Filsafat agama. Kemudian di kaji dalam filsafat, apa argumentasi filosofis kehidupan setelah kematian. Kemudian diulas juga dari sudut pandanga irfan.

Ketiganya saling berhimpitan, yang kadang menimbulkan titik singgung. Aghazali pernah mengkritik Ibnu Sina, yang mengatakan bahwa keyakinan kebangkitan hanya bersifat ruhaniayah, paska kematian jasad tidak bisa di bangkitkan. Bagi Ibnu Sina, hanya jiwa saja yang dibangkitkan. Ibnu Sina memberi ilustrasi, seperti seseorang yang bermain catur yang bisa lupa makan minum, karena kesenanganya sudah diatas biologisnya. Artinya sebuah penderitan dan kesenangan hakikinya hanya ruhani. Nah ini ditolak Alghazali, karena bertentangan dengan konsep agama, bahwa Tuhan menunjukkan dalam surat Yasin, nanti akan dikumpulkan ketika tulang-tulang kemudian menjadi sebagai manusia baru untuk bangkit kembali. Kemudian ditanggapi oleh Mulla Sadra, bahwa ketika Tuhan berbicara dalam kontek tersebut sebenarnya hanya menunjukan kemampuanya tapi tidak berlaku seperti itu. Mungkin kalau Alghazali masih hidup dan bertemu dengan Mulla Sadra ada titik singgung. Tambah Dr. Kholid.

Dr. Kholid kemudian memberi pertanyaan pada peserta, apakah manusia setelah mati yang dibangkitkan hanya fisik atau ruhani saja?. Jika hanya hanya ruhani saja maka tentu saja tidak ada identitas (batasan). Shurowahdi, berpendapat yang dibangkitkan fisik mitsal munfasil, persis fisik dalam alam mimpi. Tapi Mulla Sadra mengkritik dengan bertumpu pada problem reinkarnasi- berpindahnya jiwa dari satu badan ke badan yang lain. Jika ditampilkan dalam bentuk fisik, maka yang dibangkitkan bukan fisik sebelumnya.

Bisa kita ilustrasikan kata Dr. Kholid, Jika seseorang mati ke cebur sungai, kemudian badan tersebut di makan ikan, maka materi badan itu menjadi ikan, kemudian ikan ditangkap nelayan lalu dijual di pasar kemudian ikanya kita beli dan makan, maka jadiah tubuh kita, kemudian badan kita mati, di makan cacing, pindah ke tumbuhan, lalu tumbuhan di makan sapi, kemudian sapi di konsumsi pada saat idul adha. Dari rangkaian proses tersebut maka badan fisik akan mengalami perpindahan dari satu tempat ketempat lain.

Jika satu tubuh seperti itu di bangkitkan maka bagaimana dengan tubuh yang lain yang memiliki unsur dari tubuh yang pertama, tentu tidak bisa dibangkitkan. Karena tubuh kita sebenarnya terdiri dari tubuh mayat sebelumnya. Atau ilustarasi yang lebih gampang, kita sebenarnya mayat hidup karena unsur tubuh kita telah bercampur dengan badan mayat. Tambah Dr. Kholid.

Jika semua tubuh manusia di bumi dibangkitkan, maka materi bumi ini tidak akan cukup karena saking banyaknya dari zaman nabi Adam sampai hari kiamat untuk di bangkitkan. Proses inilah yang dinamankan reinkarnasi. Atau pada pendapatan Shurowahdi, jika ada fisik mitsal yang bukan dari dirinya masuk ke fisik mitsal yang lain ini juga proses reinkarnasi, karena bukan dirinya sendiri-atau sudah bercampur.

Buku eskatologi ini di tulis berdasar filsafat Hikmah Mutaliyah, Mulla Sadra. Menurut pengakuan Dr. Khalid, Mulla Sadra berhasil menawarkan argumentasi rasional yang mengukuhkan doktrin agama dan spiritualitas. Bahkan keseluruhan prinsip–prinsip teori Mulla Sadra (assalatul wujud, taskikul wujud, haraqah aljauhariyah) dalam rangka untuk membuktikan adanya dunia paska kematian (maad). Informasi penjelasan eskatologi Mulla Sadra membuat warna tersendiri jika dibandingkan dengan Ibnu Sina, Shurowahdi dan Alghazali atau teolog pada umumnya.

Mulla Sadra memberi tawaran, kita tetap dibangkitkan dalam bentuk fisik tapi bukan dari fisik orang lain, juga yang dibangkitkan bukan dari materi dunia, karena alamnya berbeda. Dalam teori Mulla Sadra, jiwa kita mengalami gerakan harakah takamulliyah, jiwa kita mengalami gerakan menyempurna, badan selanjutnya disebut oleh Mulla Sadra, jismu mitsali muttasil. Yaitu fisik yang dihasilkan oleh keadaan jiwa seseorang.

Jiwa mempunyai kemampuan untuk menciptakan, fisik yang dibangkitkan itu muncul dari karakter diri seseorang. Sebagai contoh, orang sudah mulai dikenali dari karakternya, “orang itu ikhlas”, maka karakter-karakter spefisik itu akan membentuk fisiknya. Jika seseorang yang suka menipu maka akan dibangkitkan kelak menjadi kera, seorang pemalas menjadi babi.

Namun, jika jiwanya mampu melampaui kakarkater hewani maka akan menjadi cahaya. Nanti ketika dibangkitkan akan dikumpulkan berdasarkan karakter manusia. Fisik itu penting, mengalami tajasumul akmal, amal-amal akan bertajasum. Namun jenis fisik tersebut tidak terikat oleh 4 dimensi seperti ketika di dunia yang muncul dari jiwanya.

Sekali lagi Dr. Kholid memberi penekaan bahwa seluruh bangunan Filsafat Mulla Sadra (asalatul wujud, tasqiqul wujud, haraqah jauhariyah) dalam rangka untuk membuktikan kebangkitan paska kematian. Bahwa dunia fisik itu paling rendah, dan manusia akan mengalami perpindahan alam yang lebih sempurna-alam barzah. Perbandingan alam dunia dengan alam barzah seperti alam rahim dan alam nyata (fisik). Di alam rahim, bayi itu enak, diberi makan, dibuai, tapi alam rahim sangat sederhana, kemudian keluar ke dunia, yang lebih komplek. Di dunia ini ada yang merasa menderita, ada yang bahagia. Kemudian masuk ke alam barzah, alam yang lebih sempurna lagi, orang yang jiwanya matang, maka akan mengalami kebahagiaan di alam barzah, tapi bagi jiwa yang belum matang, maka kesempurnaan alam itu justru akan membuatnya menderita. Contoh sederhana, jika kita pergi ke luar negri tanpa persiapan yang cukup, maka ketika sampai di negeri tujuan justru akan mengalami kesengsaraan.

Kemudian perjalanan jiwa terakhir masuk ke akherat, jiwa kita akan mengalami puncak kebahagiaan yang abadi. Beda dengan di dunia ini, kebahagiaan dan kesengsaraan masih bercampur.

Kiamat menurut Mulla Sadra, adalah sebuah perjalanan progresif. Kiamat, berasal dari kata qoma artinya berdiri, maknanya seluruh hakekat akan terbuka dihadapan Allah. Terjadi penyingkapan tajalli luar biasa. Manusia berdiri dihadapan keagungan Allah SWT tanpa sekat, itulah Kiamat Qubro, inilah kiamat yang sesungguhnya. Sementara hancurnya alam semata itu disebut Kiamat Sugro.

Kemudian pengertian “Kitab”. Terdiri dari kelompok kanan, kelompok kiri itu maknanya adalah “hati manusia”, karena seluruh amal akan tercatat di hatinya. Semua lintasan pikiran, imajinasi dan perbuatan tersimpan dalam hatinya. Pengertian akherat itu hanya mazhar, manifestasi alam dunia ini, dan sirat (jalan) itu gambaran proses perjalananan manusia. Sirat itu lebih halus dari sehelai rambut (maknanya; keyakinan), dan lebih tajam dari sebilah pedang (maknanya;kesempurnaan diri seseorang).

Sekali lagi Dr. Kholid memberi penekanan, Mulla Sadra ingin mempertemukan antara bangunan filsafat, doktrik agama dan pemaknaan ruhani. Dalam gerakan subtansial, selalu kedepan. Namun Dr. Kholid memberi sidikit catatan, tentang kontradiksi antara keyakinan Mulla Sadra sebagai penganut syi’ah imamiyah itsn Asyariyyah (syiah 12 imam) yang mempercayai konsep ruj’ah dan kasus Uzair dari kematian setelah seratus tahun dengan ketidaksepakatanya dengan konsep reinkarnasi. Sejauh ini Dr. Kholid belum menemukan jawaban dari Mulla Sadra.

Dalam kontek teologi syiah, terdapat konsep ruj’ah, seperti pemaparan Syaikh Mufid, “Sesungguhnya Allah Ta’ala akan menghidupkan sekelompok orang dari umat Muhammad Saw, setelah kematian mereka sebelum hari kiamat. Mazhab ini khusus keluarga Muhammad Saw…Sesungguhnya ruj’ah terjadi bagi mereka yang memiliki puncak keimanan dan puncak kemunafikan dari umat ini.

Sebelum hari Kiamat tiba dan setelah revolusi yang di lakukan Imam Mahdi, akan di bangkitkan sebagian manusia dari umat Nabi Muhammad Saw. Mereka yang di bangkitkan adalah sekelompok dari mereka yang memiliki keimanan dan kesalehan yang luar biasa, tetapi di perlakukan zalim. Sekelompok yang lainya adalah mereka yang kufur dan melakukan kezaliman. Tujuan utama mereka dibangkitkan agar masing-masing mendapatkan haknya dan keadilan di tegakkan.
Seperti dalam Alquran,

“Pada hari Kami kumpulkan dari setiap umat segolongan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, lalu mereka Kami bagi-bagi. “

Dr. Kholid menutup presentasinya dengan memberi penekanan ulang seperti yang di tulis dalam bukunya, Jika Mulla Sadra menerima konsep ruj’ah dan kembalinya Uzair a.s dari kematian maka akan menjadi kontradiksi dengan konsepsinya tentang reinkarnasi karena tidak bisa tidak peristiwa tersebut hari di golongkan sebagai bagian dari reinkarnasi.

Respon Dr. Ikhlas Budiman
Uraian Dr. Kholid Al-Walid kemudian ditanggapi Dr. Ihklas Budiman, mengatakan bahwa pertanyaan alam kubur merupakan ciri-ciri kebiasaan agama samawi. Banyak sekali pertanyaan di alam kubur, akan tetapi jenis pertanyaan tersebut tentu saja sudah tahu jawabnya, seperti siapa Tuhanmu?, siapa nabimu?, bukankah ini pertanyaan yang tidak perlu berpikir, bukankah di alam barzah sudah tidak ada lagi ikhtiar?. Dr. Ikhlas mengajak peserta diskusi berpikir.

Dengan membaca buku ini maka anda tidak perlu takut mati. Saya juga bertanya tentang siksa kubur, jika memang ada seperti informasi pada umumnya, maka konsekuensinya, enak sekali yang dapat pertanyaan di ujung sebelum akherat. Dan begitu berat dan lama bagi yang awal-awal sudah mati, begitu panjang siksa kuburnya. Akan tetapi, dengan anda membaca buku ini maka gambaran Kiamat Kubro tidak seperti pada umumnya digambarkan. Dr. Ikhlas mencoba menghibur peserta diskusi.

Ada teori Mulla Sadra Anafs Al-jismaniah Al-Huduts Ruhaniyyah Al-Baqa ( Jiwa dalam kebaruanya sebagai jasmani dan keabadianya sebagai ruhani). Proses terjadinya jiwa bersifat baru dan berasal dari fisik atau materi, dan selanjutnya mengalami proses kesempurnaan melalui gerakan transubtansial kemudian menyempurna menjadi ruhani serta tetap abadi pada konsidi tersebut. Bagi Mulla Sadra, jiwa terjadi bersamaan dengan terjadinya fisik dan sama-sam materi. Ketika materi pertama terbentuk, ada dua unsur utama yang membentuk, forma dan dasar materi (hayula). Perkembangan forma ini kemudian teraktulisasi menjadi jiwa, sedang materi dasar teraktualisasi menjadi raga. Hal ini bertentangan pada umumnya dengan filsuf pedahulu Mulla Sadra yang meyakini jiwa tercipta terlebih dahuku sebelum tubuh diciptakan baru kemudian bergabung dengan fisik yang bari diciptakan.

Dr. Ikhlas memberi pertanyaan bahwa jika jiwa manusia terbentuk setelah potensi janin tumbuh. Pertanyaannya, pertama, bagaimana dengan teori, bahwa ilmu Tuhan itu rinci, yang berbeda dengan Ibnu Sina. Kedua, imkanul araf, bahwa Allah Maha Sempurna, maka turunlah akibat yang Maha Sempurna hingga sampailah pada materi. Teori ini sebenarnya menjelaskan tentang jiwa. Jiwa itu adalah subtansi non materi, dia ada dalam alam mitsal.

Teori ini juga bergradasi, ada Tuhan, ada alam akal, alam mitsal dan materi. Pertanyaanya, jika jiwa terbentuk setelah lahirnya manusia, apakah dia tidak ada perwujudan di alam mitsal dan alam akal, kalau tidak, maka akan bertentangan dengan ilmu terperinci Tuhan. Karena Ilmu Allah, ada dalam alam akal dan mitsal. Akan tetapi Mulla Sadra juga menerima teori mukasafah, bahwa setiap kejadian sudah terjadi di alam mitsal munfasil, sementara jiwanya baru mulai dari nol.

Kalau ini diterapkan, maka surga nabi Adam berada di alam mimpi, karena jika sudah di alam materi maka pertanyaan kejadian itu di alam materi atau mitsal, lalu apa makna ihbitu, turunlah. Kemudian apa makna jismaniatul hudut ruhanitul baqa, menurut Dr. Ihklas argumentasi Mulla Sadra ini hanya dalam rangka menolak teori reinkarnasi. Teori ini menurut saya didasarkan berawal dari teologi ikhtiar. Dr. Ihklas menyimpulkan.

Diskusi berjalan sangat menarik, terlihat antusias peserta yang datang dari berbagai kalangan. Sangat disayangkan waktunya terbatas penulis buku tidak bisa mempresentasian setiap bab secara detil. Meski fokusnya hanya pada garis besar proses perjalan jiwa manusia menuju akherat, makna kematian, buku dan sirat, namun pemaparan Dr. Kholid Al-Walid cukup memberikan peta utuh dari buku tersebut. Penulis berharap penelitian tentang tema ini juga bisa berlanjut dengan topik yang lebih spesifik. (ma’ruf)

Share your thoughts