Allamah Thabathaba’i: Mufasir Al-Quran Bi Al-Quran

Allamah Thabathaba’i: Mufasir Al-Quran Bi Al-Quran
Namanya sangat akrab di telinga kita. Kebesaran ilmu dan akhlak terpatri dalam dirinya. Ketawadhu’an dan keberanian dalam mengkaji ilmu tak diragukan. Beliau adalah Allamah Thabathaba’i. Orang mengenal beliau dengan nama Sayid Muhammad Husain Thabathaba’i. Gelar Allamah melekat pada namanya karena dedikasi kecintaan ilmu yang luar biasa terpancar dalam jiwa dan raganya. Justru ia lebih dikenal hanya dengan gelar itu.

Allamah Thabathaba’i adalah seorang mufasir, filosof, teolog, pakar Ushul Fiqih, Faqih, arif-sufi dan islamolog besar pada abad terakhir. Gelar teosof Islam tradisional terkemuka layak disandangkan padanya. Ia adalah seorang ulama Syiah yang paling berpengaruh dalam wacana pemikiran dan mazhab di Iran, bahkan dunia Islam. Thabathaba’i merupakan ulama produktif pada zamannya. Beragam karya telah ditorehkan oleh goresan tangannya.
Murid-muridnya dikenal luas oleh masyarakat, seperti Ayatullah Muthahhari, Ayatullah Jawadi Amuli, Ayatullah Mishbah Yazdi dan banyak lagi jumlahnya. Pertemuan-pertemuan ilmiahnya dengan Henry Corbin, seorang filosof Perancis dan Pakar Syiah Perancis merupakan jalan pembuka untuk mengenalkan Syiah di Eropa.

Biografi

Thabathabai lahir pada tanggal 29 Dzulhijjah 1321 H dengan nama Thabathaba’i Al-Tabrizi Al-Qadhi di desa Shadegan (Provinsi Tabriz), dalam satu keluarga Sayyid (keturunan Nabi SAW dari jalur Imam Ja’far Al-Shadiq ra.). Para leluhurnya hingga empat keturunan merupakan para ilmuwan dan sarjana-sarjana pandai. Ibu Sayid Muhammad Husain meninggal pada saat ia berusia 5 tahun dan pada usia 9 tahun ayahnya juga meninggal. Saudaranya yang lebih muda adalah Sayid Muhammad Hasan terkenal dengan Sayid Muhammad Hasan Ilahi.

Kehidupan Keilmuan

Sebelum ayahnya wafat, Thabathaba’i memperoleh pendidikan langsung dari ayah dan kerabatnya. Namun setelah ayahnya wafat, beliau dididik oleh guru khusus yang datang ke rumah untuk mengajar bahasa Parsi dan Ushuluddin. Setelah dirasa memiliki dasar-dasar agama, pada tahun 1344 H, melanjutkan studi tentang Al-Quran dan pelajaran agama lain di kota Tabriz. Selama 7 tahun, belajar Bahasa Arab dan mengkaji ajaran agama dan teks klasik Islam. Setelah selesai tingkat pelajaran awal pada tahun 1344 H, hijrah ke hauzah ilmiyah Najaf untuk melanjutkan pendidikan.

Dalam bidang ilmu tekstual, beliau berguru kepada ulama-ulama terkemuka di Najaf Al Asyraf. Berguru juga kepada Syekh Muhammad Husain Isfahani (putra Syaikhul Islam Al Mirza Abdurrahim) hingga mencapai Mujtahid Sempurna dan mencapai tingkat ilmu makrifah. Gelar Al-Allamah artinya “Yang Sangat Pandai” disematkan padanya oleh para ulama, cendekiawan dan orang pada zamannya. Gurunya dalam bidang Matematika tradisional adalah Sayyid Abul Qasim Khunsari. Dari hasil belajar dengan gurunya inilah Allamah Thabathabai menulis buku tentang beberapa topik matematika tinggi yang memuat teori-teori khusus dari gurunya.

Dalam bidang Filsafat dan metafisika Islam, Ia dibimbing oleh Sayyid Husain Bad-Kubai. Di bidang etika dan spiritual, Ia dididik oleh keluarganya sendiri yaitu As Sayyid Ali Agha Thabathabai yang merupakan seorang ulama yang memiliki sekolah etika dan yang hingga kini masih kuat. Dengan pengaruh guru-gurunya tersebut Allamah Thabathabai memiliki otoritas terpandang di bidang studi keagamaan seperti fiqih dan dasar-dasarnya. Dikatakan bahwa prestasi akademisnya direduksi oleh kemasyhuran dan reputasinya sebagai seorang filosof, sekaligus insan spiritual.

Dalam menelaah karya-karya para pendahulu seperti Al-Syifa karya Ibn Sina, Al-Asfar Al-Arba’ah karya Mulla Shadra dan Tamhid Al-Qawa’id karya Ibnu Turkah di bawah bimbingan Sayyid Bad-Kubaiy. Selain itu, Ia juga menjadi murid dua Ulama besar Tehran saat itu, Yaitu Sayyid Abul Hasan Jelwah dan Agha Ali Mudarris Zununi.

Allamah Thabathabai mencapai derajat ijtihad tahun 1354 H dan kembali ke kota kelahirannya di Tabriz. Sekembalinya di Tabriz, Ia bertani sampai 10 Tahun dan benar-benar jauh dari kegiatan ilmiah dan dunia pemikiran. Di tahun-tahunnya sebagai petani, meletuslah perang dunia kedua yang menyebabkan Iran mengalami kondisi yang sangat memprihatinkan. Saat itu, rezim Reza Pahlevi Iran memiliki hubungan diplomatik dengan Jerman dan menghindari hubungan diplomatik dengan Inggris. Rezim Reza Pahlevi yang dekat dengan Jerman dan semena-mena tersebut telah membuat bangsa Iran sulit. Pembantaian terhadap sipil marak dan dengan kondisi tersebut Iran jatuh pada pendudukan asing. Dengan situasi demikian, Allamah Thabathabai terpanggil untuk pindah ke Qum pada tahun 1946. Sejarah telah mencatat bahwa beliau turut berperan besar dalam terjadinya Revolusi Islam Iran yang dipimpin oleh Imam Khomeini pada tanggal 11 Febuari 1979.
Sejak Perang dunia II, faham Marxisme menjadi model pemikiran sebagian generasi muda Iran. Dari sini Allamah Thabathaba’i mencoba menawarkan pemikiran Islam yang bertujuan menyembuhkan kebobrokan moral para generasi muda. Allamah Thabathaba’i gencar menyampaikan pesan intelektual yang disampaikan untuk membangun basis metafisis religius dan berusaha menyingkirkan pandangan dunia Materialisme. Ia tekun mempelajari dasar pemikiran filsafat komunisme. Hasil kajian itu dituangkannya dalam buku berjudul Usul e Falsafeh va Rawesh e Realism. Buku ini dijadikan bahan acuan pengajaran dan bimbingan bagi kalangan generasi muda di hawzah Qom.

Thabathaba’i – Muthahari
Salah satu kegiatan Allamah Thabathabai selama di Qum adalah mengadakan majelis-majelis yang dihadiri oleh Henry Corbin, Sayid Husain Nashr, Darwis Syaigan dan lainnya dengan konsentrasi masalah-masalah filsafat, irfan, agama-agama, dan Islamologi. Pertemuan antara Allamah dan Corbin terjadi selama 20 tahun (1378-1399 H) setiap musim gugur dengan dihadiri oleh pegiat Filsafat mengenai pembahasan penting tentang agama dan filsafat. Menurut Nashr pertemuan itu merupakan pertemuan tingkatan tinggi dan cakupan yang sangat luas di dunia Islam saat ini dan dapat dikatakan semenjak abad pertengahan hubungan pemikiran dan spiritual antara Islam dan Kristen sudah terputus, sebuah hubungan yang belum pernah tercapai antara Timur dan Barat.

Guru

1. Sayid Ali Qadhi Thabathabai
2. Sayid Abul Hasan Isfahani
3. Sayid Husain Badkubeh i
4. Sayid Abul Qasim Khansari Riyadhi
5. Muhammad Husain Gharawi Isfahani
6. Mirza Husain Naini
7. Murtadha Thaliqani
8. Hujjat Kuhkamari

Murid

1. Sayid Izauddin Husaini Zanjani
2. Murtadha Muthahhari
3. Husain Ali Muntazeri
4. Sayid Musa Syirazi Zanjani
5. Muhammad Taqi Misbah Yazdi
6. Ja’far Subhani
7. Ghulam Muhsin Ibrahimi Dinani
8. Hasan Hasan Zade Amuli
9. Sayid Muhammad Husain Laleh Zari Tehrani
10. Ibrahim Amini
11. Sayid Jalaluddin Asytiyani
12. Nashir Makarim Syirazi
13. Ahmad Ahmadi
14. Sayid Hasan Thahiri Khurram Abadi
15. Muhammad Muhammadi Gilani
16. Yahya Anshari Syirazi
17. Sayid Muhammad Husaini Behesyti
18. Muhammad Mufatih
19. Muhammad Jawad Bahonar
20. Sayid Abdul Karim Musawi Ardebili
21. Husain Nuri Hamedani
22. Abu Thalib Tajlil
23. Sayid Musa Shadr
24. Sayid Muhammad Baqir Muwahid Abthahi
25. Sayid Muhammad Ali Muwahid Abthahi
26. Sayid Mahdi Ruhani
27. Ali Ahmadi Miyanji
28. Abas Izadi
29. Abas Izadi
30. Muhammad Shadiqi Tehrani
31. Azizullah Khusywagt
32. Ali Sa’adat Pur

Karya Ilmiah

Allamah Thabathaba’i terbilang sangat produktif melahirkan karya ilmiah. Beberapa diantaranya berikut di bawah ini:
1. Al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an
2. Ushul Falsafah wa Rawisy Rialism
3. Khasyiyah bar Asfar Shadruddin Syirazi
4. Sunan Nabi Saw
5. Musahibat ba Ustad Corbin
6. Syiah dar Islam
7. Khasyiyah bar Kifayah al-Ushul
8. Risalah dar Quwah wa Fi’l
9. Risalah dar Itsbat Dzat
10. Risalah dar Shifat
11. Risalah dar Af’al
12. Risalah dar Wasaith
13. Al-Insan Qabla Dunya
14. Al-Insan fi Dunya
15. Risalah dar Nubuwat
16. Risalah dar Wilayat
17. Risalah dar Musytaqat
18. Risalah dar Burhan
19. Risalah dar Mughalathah
20. Risalah dar Tahlil
21. Risalah dar Tarkib
22. Risalah dar I’tibarat
23. Risalah dar Nubuwat wa Maqamat
24. Mandhumah dar Rasm Nasta’liq
25. ’Ala wa al-Falsafah al-Ilahiyah (Telah diterjemahan ke dalam bahasa Persia)
26. Quran dar Islam
27. Risalah dar Hukumat Islami. Telah diterjemahkan ke dalam bahasa Persia, Arab dan Jerman.
28. Makalah-makalah yang dicetak dalam berbagai jurnal dan telah diterbitkan oleh: Maktab Tasyayu, dan pelajaran-pelajaran dari Maktab Islam, Pedoman Kitab dan lainnya.

Wafat

Allamah Thabathabai wafat pada tahun 1981 dalam usia 81 tahun dan dimakamkan di sisi Hazrat Ma’shumah, kota Qom, Iran. Ia wafat kira-kira jam 9 pagi hari Minggu (18 Muharam 1402 H). Jenazahnya di karak semenjak masjid Hasan Askari hingga pelataran haram Hadhrat Fatimah Makshumah. Ayatullah Sayid Muhammad Ridha Gulbaigani menyalati jenazah beliau kemudian jenazahnya dikuburkan di Masjid Al-Asr Haram Hadhrat Maksumah ra.

Thabathaba’i
Setelah Allamah meninggal, banyak diselenggarakan konferensi-konferensi dan seminar-seminar dengan tujuan untuk mempelajari dan mengenal kehidupan dan pemikiran-pemikirannya. Seminar yang paling penting adalah Mizan Hikmah yang diselenggarakan oleh IRIB (Islamic Republic of Iran Broadcasting) pada tahun 1383 S (2004). Sebuah seri dokumenter telah diputar di televisi dengan nama Hadis Saro yang berisi tentang kehidupan dan kepribadian ulama-ulama Syiah, salah satu serialnya menayangkan tentang kehidupan Allamah Thabathaba’i.

Share your thoughts