Keagungan dan Keindahan Perempuan; Perspektif Studi Perempuan
Oleh : Nurhasanah Munir
Judul : Keagungan dan Keindahan Perempuan
Perspektif Studi Perempuan dalam Kajian Al-Qur’an, Filsafat dan Irfan
ISBN : 978 – 602 – 9261 – 22 -6
Penulis : Jawadi Amuli
Penerbit : Sadra Press
Tahun Terbit : 2011
Buku ini merupakan salah satu karya Jawadi Amuli yang khusus membahas tentang sisi maskulin dan feminin perempuan sebagai tajalli dari Allah SWT. Jawadi Amuli merupakan seorang Sufi modern yang berasal dari provinsi Amul, Iran. Amuli menguasai banyak bidang, seperti: tafsir, hadits, fiqh, filsafat, teologi, ‘irfan dan lain sebagainya.
Beberapa karyanya yang populer yaitu: Tafsir Tasnim, Wilayah al-Insan fi al-Qur’an, Jamalu al- mar’ah wa Jalaluha yang buku aslinya berbahasa Persia. meskipun kebanyakan karyanya berbahasa Persia dan Arab, namun tak sedikit juga yang sudah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing.
Buku yang memiliki 424 halaman ini tersusun berdasarkan kumpulan materi-materi kuliah yang disampaikan oleh Amuli di Universitas Al-Zahra di kota Qom, Iran. Secara umum, isi buku terdiri dari mukadimah, perempuan dalam pandangan al-Qur’an,‘irfan, dan burhan (filsafat), hakikat manusia bukan maskulin atau feminin, kesaksian al-Qur’an, sosok perempuan-perempuan teladan yang disebut dalam al-Qur’an, serta jawaban-jawaban atas isu yang menjadi kontroversi yang terkait dengan dunia perempuan.
Amuli berupaya merunut asal mula penciptaan ruh, manusia, kemudian otoritas laki-laki mapun perempuan atas dirinya sendiri. Kemudian Amuli berbicara tentang relasi kesetaraan gender diantara keduanya. Banyak golongan yang salah kaprah untuk menginterpretasi tentang kata “gender” yang selalu diasumsikan dengan produk pemikiran dunia Barat. Padahal gender merupakan suatu gagasan yang direlasikan kepada kedua jenis manusia, yaitu laki-laki dan perempuan. Berawal dengan kata “gender” maka muncul juga isu-isu lain yang terkait dengan perlakuan diskriminatif terhadap kaum perempuan. itulah sebabnya, Amuli memulainya dari penciptaan ruh yang dikatakannya sebagai zat yang tidak bergender alias ruh itu bukan laki-laki atau perempuan, ruh merupakan substansi manusia. Eksistensi ruh merupakan penentu utama dari segala amal perbuatan manusia, tidak peduli manusia itu laki-laki ataupun perempuan, karena yang paling penting adalah ketakwaannya kepada Allah yang Maha Esa.
Oleh karena itu, Amuli mencoba mengangkat isu gender ke permukaan dengan tujuan agar masyarakat di dunia meninjau kembali definisi dari gender berikut dengan istilah kesetaraan diantara laki-laki dan perempuan. Dalam buku ini, Amuli mengutip perkataan Imam Ali a.s yang berbunyi: “Janganlah kalian bermusyawarah dengan para perempuan karena pikiran dan kemauan mereka lemah” (Nahj al-Balaghah, surat ke-31), Amuli menjelaskan bahwa maksud dari perkataan Imam Ali adalah bahwasanya akal perempuan seperti akal anak-anak dari sisi penalarannya, yang disebabkan oleh keperempuanan tubuhnya, sedangkan kehendak dan tekad mereka lemah dari sisi amaliyahnya, semua itu dengan kenyataan umum kalangan perempuan sebagai akibat dari metode pendidikan yang bersifat diskriminatif terhadap mereka. Dalam hal ini, perempuan kurang mendapat perhatian dan kesempatan untuk mengaktualisasikan potensi yang ada didalam dirinya karena sistem berpikir masyarakat yang bersifat patriarkis.
Sebagai seorang ulama yang hidup di zaman modern, Amuli memiliki kesadaran untuk memetakan persoalan fundamental yang terjadi di dunia, contohnya kesetaraan gender yang sudah berabad-abad. Di dunia barat misalnya, kesetaraan gender juga menjadi isu sensitif, bahkan sejak kemunculan gerakan feminisme di abad ke-18, kaum perempuan menyerukan tindakan diskriminatif yang dialami kaumnya, padahal saat itu revolusi sedang terjadi dimana-mana. Revolusi yang dianggap sebagai suatu bentuk perubahan yang lebih baik dan fenomenal, namun disisi lain tak mampu membantu kaum perempuan untuk mendapatkan hak yang sama dibandingkan dengan kaum pekerja laki-laki. Berangkat dari segala pengalaman diskrimintaif yang dialami oleh kaum perempuan, setidaknya buku ini dapat menempati ruang kosong agar problem kesetaraan gender dapat menemukan jalan keluarnya, serta tidak ada lagi persepsi-persepsi keliru dalam mendefinisikan kesetaraan gender.
Buku ini diberi judul Keagungan dan Keindahan Perempuan dimaksudkan untuk membuka mata dan pikiran kita lebih lebar dan dalam. Pada hakikatnya, perempuan adalah salah satu bentuk lokus manifestasi Tuhan yang sempurna. Dengan bentuknya tersebut, perempuan juga dianugerahkan potensi yang besar didalam dirinya, bahkan laki-laki pun tak sanggup untuk menandingi, karena hal tersebut merupakan keistimewaan bagi perempuan. Keagungan dalam bahasa Arab berarti disebut jalal, sedangkan keindahan disebut jamal, dan keduanya merupakan asma al-husna atau nama-nama Allah yang baik. Dalam tradisi ‘irfan, jalal dan jamal dinamakan tajalli (pengejewantahan) Allah yang bisa disaksikan dengan kasat mata, contohnya seperti tema perempuan yang sedang dibahas di buku ini. Artinya yaitu seorang perempuan memiliki lokus dimana Allah memanifestasikan keagungan serta keindahanNya pada satu waktu dan tempat. Amuli menjelaskan, keagungan al-Haq terkandung dalam keindahan-Nya, dan keindahan al-Haq terkandung dalam keagunganNya.
Allah swt memberikan kesucian kepada perempuan yang Dia kehendaki, begitu juga kekuatan untuk menjaga kesucian tersebut. Hal ini dapat kita tela’ah melalui pengalaman yang dialami oleh Siti Maryam, ibunda Nabi Isa a.s. Siti Maryam merupakan salah satu contoh yang Allah buktikan sebagai sosok perempuan suci yang tidak bernoda, tidak pernah tersentuh tangan laki-laki, kemudian Allah berikan kekuatan ia untuk menjaganya, hingga Allah menjadikan dirinya mengandung seorang bayi laki-laki yang kelak menjadi nabi dan rasulNya. Selain itu Allah juga memberi contoh yang lain melalui Asiah yang tak lain adalah istri dari Fir’aun. Menjadi seorang istri raja dan hidup bersama sosok yang zalim tidak menjadikan Asiah sebagai perempuan yang lemah, bahkan keimanannya semakin teguh, Allah percayakan Asiah merawat Nabi Musa dengan kelembutan sebagai seorang perempuan, dan juga dengan kekuatan sebagai seorang pelindung dari raja yang terkenal zalim itu.
Meskipun buku ini tak terbaca sebagai buku tentang kesetaraan gender, namun Amuli tetap konsisten untuk menempatkan perempuan sebagai sosok yang kuat sekaligus lemah lembut, tegar sekaligus manja, tegas sekaligus pemaaf, dan lain sebagainya. Amuli menampilkan sosok-sosok teladan perempuan dari al-Quran agar kita, para pembuaca semuanya tidak melupakan sejarah dari “kisah abadi” – karena hal inilah yang mampu memberikan pelajaran serta hikmah yang luar biasa. Manusia sebagai pembawa amanat seyogyanya menjadi wakil Tuhan dimuka bumi yang memiliki potensi yang dahsyat dibandingkan dengan makhluk-makhlukNya yang lain. Dengan keterampilan menggunakan akal serta intuisi, manusia dapat mengaktualisasikan potensi secara maksimal. Saat al-Qur’an menyebutkan manusia sebagai khalifatullah fil-ardhi (wakil Allah di bumi), berarti baik kaum laki-laki ataupun perempuan berhak menjadi khalifah, karena Allah memberikan keduanya potensi dan kesempatan yang sama. Biasanya, bentuk yang istimewa dari perempuan terdiri dari cinta, kasih sayang, baik tutur kata, dan indah tingkah laku. Beberapa sifat yang melekat pada perempuan tersebut merupakan bagian dari kekuatan yang bersemayam didalam dirinya, sehingga Allah menjadikan diri perempuan adalah kaum yang istimewa. Allah swt berfirman di dalam surat al-An’am ayat 156: wa rahmati wasi’at kulla syai’in (rahmat-Ku meliputi segala sesuatu).
Dalam perspektif burhan atau filsafat, Amuli menyatakan bahwa berdasarkan argumen rasional, kesempurnaan yang dapat dicapai oleh laki-laki dan perempuan tidak berbeda. Namun untuk membahas tentang kesempurnaan, perlu diingat juga bahwa kesempurnaan memiliki gradasi atau tingkat kesempurnaan yang berbeda-beda. Sebagaimana kita tidak dapat menyamakan kesempurnaan Nabi Muhammad saw dengan para nabi, rasul, wali, dan lain-lain. Hal ini tentu berdasarkan kehendak Allah swt yang ditujukan kepada manusi-manusia pilihannya, namun begitu manusia lainnya tetap bisa mencapai kesempurnaannya sesuai dengan potensi dan usaha yang dilakukan. Amuli menambahkan bahwa gender (baca: laki-laki atau perempuan) tidak berpengaruh dalam aktualitas manusia, artinya yaitu yang menentukan kualitas manusia adalah bukan karena ia laki-laki atau perempuan, akan tetapi apakah manusia tersebut mampu berbuat yang terbaik dari yang ia bisa lakukan dengan akal pikiran, pengetahun serta nalarnya. Gender bersumber dari materi dan bukan dari forma, karena forma adalah pembentuk hakikat dari sesuatu. Jadi dengan kata lain, karena gender berasal dari materi maka laki-laki dan perempuan adalah forma. Yang dimaksud dengan forma bukanlah rangka atau organ, karena ia hanya bersifat aksidental, forma adalah sesuatu yang membentuk materi sehingga ia dikenali dan menjadi pembeda dari forma satu dengan forma yang lainnya.
Yang menarik juga adalah saat Jawadi Amuli membahas laki-laki dan perempuan dalam sistem alam. Amuli menukil ayat al-Qur’an bahwa Allah swt yang mengelola sistem penciptaan alam. Seandainya seluruh alam ini hanya terdiri dari laki-laki maka akan menghasilkan ketiadaan, begitu juga dengan keadaan alam yang hanya dihidupi oleh kaum perempuan saja, maka sungguh mereka tak dapat menemukan “penyebab” dari lahirnya keturunan di muka bumi. Amuli mengungkap beberapa poin, pertama, bahwa Allah swt adalah Zat yang selalu menegakkan keadilan, kedua, karena Dia adalah Maha Penegak keadilan, maka Dia memerintahkan hamba-hambaNya untuk berlaku adil dan menegakkan keadilan. Ketiga, Dia memberi petunjuk kepada hamba-hambaNya mengenai tolak ukur keadilan. Hal ini merupakan sebuah bukti konkret bahwa sejak manusia tercipta, Allah telah lebih dulu berlaku adil dalam sistem penciptaan realitas. Baik laki-laki maupun perempuan ada dua sosok yang memiliki satu substansi, yaitu sebagai hamba yang mengabdi dan memiliki tanggung jawab kepadaNya. Laki-laki dan perempuan memiliki beban yang sama dalam menjalani kehidupan sebagai hamba-hambaNya yang telah berkomitmen untuk menjalankan semua perintah dan laranganNya. Namun begitu, laki-laki dan perempuan juga memiliki perbedaan dalam memenuhi kebutuhannya, namun perbedaan ini bukan sebab dari sebuah kerusakan, perbedaan tersebut untuk menciptakan harmoni yang selaras dengan hukum alam yang telah Allah tetapkan. []