Wawancara Ammar Fauzi; Kunci Pemikiran Iqbal

Beberapa menit sebelum Bedah Buku “Rekonstruksi Pemikiran Religius dalam Islam” karya Muhammad Iqbal di Fakultas Filsafat (9/11/16), Kanal Pengetahuan dan Informasi (KPI) Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta, sempat mewancarai Ammar Fauzi, Ph.D. Perbincangan berlangsung sekilas seputar kaitan filsafat Iqbal, filsafat Islam, dunia Islam dan filsafat Yunani. Berikut transkip percakapan yang berhasil diolah oleh tim redaksi buletin Riset Sadra.

Apa Kunci Pemikiran Iqbal?

AM: Sejauh yang saya amati dalam “Rekonstruksi Pemikiran Religius dalam Islam” karya Iqbal, jantung pemikiran Iqbal ada di al-Quran sebagai motor perubahan, baik sebagai pola berpikir dan pola hidup.

Sejauhmana Iqbal mengenal Filsafat Islam, berkaitan dengan karya Iqbal yang berbahasa Persia?

AM: Jelas saya kira, Iqbal berkenalan dengan Filsafat Persia. Tetapi, apakah karya itu mewakili keseluruhan Filsafat Persia. Yang diamati oleh Iqbal perlu ditinjau secara kritis, mengingat ada sistem Filsafat Persia yang menjadi bapak Filsafat namun tidak disinggung Iqbal, yaitu Ibnu Sina, terutama Shurowardi, dengan filsafat Iluminasinisme.

Apa tidak disinggung sama sekali?

AM: Disinggung, akan tetapi hanya beberapa kali saja, dipakai untuk menguatkan seperti Filsafat Ibnu Maskawaih. Justru uniknya, menurut Iqbal, babak terakhir dari Filsafat Persia ada di Babiyah, saya kira perlu di kritisi mengingat Babiyah bukan aliran Filsafat, bukan Metafisika akan tetapi teologi, kecuali kita maknai Metafisika mencakup teologi, maka akan masih bisa dibenarkan. Akan tetapi kalau kemudian menjadi babak terakhir Metafisika Islam, Filsafat Persia maka akan rancu, mengingat Babiyah sendiri satu pola pikir yang berorientasi politik, justru berkembang basisnya di Israel. Kalau kita ingin tahu dimana Babiyah berada, yaitu di Haiva.

Apa komentar bapak, mengingat Iqbal agak pesmis dengan tradisi Yunani?

Iqbal mengidentifikasi ada beberapa persoalan dunia Islam. Pertama, pola berpikir abstrak dari Yunani; tidak berpikir konkret yang mempengaruhi dunia Islam, tidak menghormati alam, tidak ada kaitan dengan alam, sementara banyak ayat Al-Quran terkait dengan alam seperti: madu, semut, lebah. Kedua, pola berpikir negatif seperti: asketisme, zuhud, menghinakan diri untuk mendapatkan keutamaan nilai yang tinggi. Itu yang diperangi Iqbal. Iqbal mengajak umat Islam berpikir saintifik sesuai dengan kandungan ayat Al-Quran berkenaan dengan alam.

Bagaimana titik persinggungan Filsafat Islam dengan Filsafat Plato dilihat dari Filsafat Islam?

Persinggunganya cukup jelas. Dari sisi peradaban, Filsafat Islam berasal dari Barat. Artinya, pertama, itu dipicu oleh utamanya penerjemahan karya-karya filsafat Barat. Kedua, titik temunya ada di pola berpikir, yaitu sama-sama mengajak berpikir logis. Ketiga, ditingkat yang lebih tinggi lagi, yaitu dari sisi spiritualitasnya, utamanya filsafat Plato, dimana kita diajak untuk keluar dari alam materi, dan mengalami alam yang lebih tinggi, kadang disebut mentari, sebagai sumber cahaya, sumber wujud, sumber kebaikan, nah.. di kita ada, utamaya dalam tradisi tasawuf, keluar dari alam materi, sampai menyatu pada Tuhan. Dalam Neoplatonisme, derajat itu disebut satu, derajat tertinggi untuk kemudian kembali lagi ke alam materi.[mp]

Share your thoughts