FAP: Mahdiisme dan Tantangan Kontemporer
Mahdiisme dan Tantangan Kontemporer
Mahdiisme, mesianisme, ratu adil, apokalipstik, armagedon, adalah sederet narasi tentang nasib masa depan manusia dan dunia. Bagaimana semestinya kita bersikap dan merespon jalanya masa depan ?. Informasi mahdiisme menawarkan jawaban “pasti”, awal dan akhir sejarah dunia diciptakan dengan campur tangan Tuhan. Manusia akan menghadapi puncak bencana ketidakadilan global, Tuhan sudah memberi jalan untuk menghirinya. Bagaimana caranya menarasikan isu ini di tengah kaum tak beriman?bagaimana caranya merespon ketidakadilan global? Farum Antar Pakar (FAP) mengundang seorang penulis tentang Imam Mahdi dari Madagascar, Dr. Zhoulfikar Vasram untuk memberi bahan diskusi dan inspirasi. Selamat menyimak!.
FAP. Kamis, 19/09/2019 STFI Sadra. Setelah cukup lama vakum, akhirnya tim Forum Antar Pakar (FAP) menemukan gregetnya lagi untuk menggalakkan diskusi tukar pikiran di bulan Muharram. Bulan ini terasa wingit (sakral) untuk dilewatkan begitu saja tanpa even diskusi sebagai bentuk cara menangkap “ngalap” berkah. Sengaja kami menangkah berkah itu dengan membahas tema “Kemahdian dan Keghaiban”.
Mahdisime, Imam Mahdi, Ratu, Mesianisme, adalah aneka ungkapan yang bersumber dari agama langit dan bumi, menunjuk eksisnya isu Mahdiisme.
Tema kemahdian bagi sebagian kaum rasional sekuler dianggap sebagai bentuk ketidakberdayaan irrasional dalam merespon aneka tantangan zaman (ketidakadilan). Bagi kaum rasional religius merupakan bantuan Tuhan yang maha dahsat dalam rangka memperkuat rasional manusia yang sering rapuh, lemot, oleng, kehilangan fokus dalam merespon tantangan zaman.
Kemahdian adalah bimbingan pasti dari Tuhan, sebuah janji Tuhan untuk mengakhiri ketidakadilan dunia ini dengan tatanan penuh keadilan yang dipimpin sosok “person” Imam Mahdi. Olehkarena itu hadirnya sang juru selamat adalah “keniscayaan mekanisme” demi terwujudnya janji Tuhan. Tuhan yang memulai, Tuhan pula yang menunjukan cara mengakhiri narasi dan praktek ketidakadilan dunia. Di puncak keadilan dunia yang dinantikan itu semua harapan para pecinta keadilan bisa terobati.
Meski demikian, isu ini tak luput dari persoalan. Dikarenakan berita ini dari langit, maka aspek “kepercayaan/iman” tidak bisa dihindari, isu mahdiisme biasanya dibahas dalam rumpun teologi. Meski dibangun dengan rasionalitas, sumber mahdiisme adalah mutlak berasal dari Tuhan. Bagaimana dengan kaum yang tidak beriman?.
Bagi kaum beriman yang rasional tentu relatif lebih mudah menerima dibanding kaum rasional dengan iklim sekuler. Dari sinilah timbul tantangan untuk menarasikan isu mahdiisme agar bisa diterima semua kalangan.
Tentang sumber kepastian Imam Mahdi; siapa, dimana, kapan dan bagaimana Imam Mahdi muncul bisa dikatakan cenderung relatif, karena sumber referensi yang beragam. Namun adanya kepastian kehadiran dan datangnya Imam Mahdi sang juru selamat, semua agama mempercayainya.
Persoalana lainya, bahwa domain pembahasan Imam Mahdi yang dibahas dalam teologi seringkali juga mengalami kesulitan untuk diseberangkan (diperluas) kedalam tema-tema filsafat, ilmu sosial dan dunia sosial. Akademisi formal jarang (tidak populer) membahas problem sosial (ketidakadilan) dengan sudut pandang mahdisime. Padahal senyatanya, Mahdiisme adalah jawaban bagi kaum beriman menghadapi problem ketidakadilan global yang tidak berujung pangkal. Hanya energi super iman dan setia pada fitrah rasionalitas, ketidakadilan global itu bisa di sudahi. Karena karakter garis gerak sejarah ketidakadilan mengglobal, maka dibutuhkan iman yang global dan kerangka rasionalitas lintas batas.
Berangkat dari keterangan pendahuluan diatas, maka tim kreatif FAP sengaja mengundang seorang penulis khusus tentang Imam Mahdi berkebangsaan Madagascar untuk menjadi nara sumber utama diskusi. Dia adalah Dr. Zhoulfikar Vasram. Sebagai perespon, tim FAP mengundang intelektual lokal Dr. Nano Warno, dosen Filsafat Islam, STFI Sadra.
Disamping menulis buku, Zhoulfikar juga salah satu pengajar di Universitas Internasional Al Mustafa Madagaskar, Ketua Asosiasi AIWAH-Madagaskar. Zhoulfikar adalah pria keturunan Gujarat, India, generasi keempat komunitas Kodja yang bermigrasi dari India ke Madagaskar. Lahir di Madagascar dan mengenyam pendidikan master akutansi di Prancis, mengajar dan meneliti kemahdian di beberapa institusi Madagascar.
Secara khusus Zhoulfikar mengadakan perjalanan kunjungan 7 negara (Banglades, Malaysia, Viatnam, Philipina, Thailand, Myanmar dan pada perjalanan terakhir di Indonesia bersedia memenuhi undangan FAP, Riset STFI Sadra.
Zhoulfikar sudah menulis tujuh buku tentang Imam Mahdi, semua dalam bahasa Prancis. Diantaranya yang sudah terbit; le Rassembleur des Musulmans, Ghaybat-e-asoughra et Ghaybat-e-Khoubra de I’Imam Mahdi, I’Imam actuel!, La Ghaybt de I’lmam Mahdi; facon, raisons et responsabilities!, La reunion du Saqifah; le coup d’etat contre ‘Ali.
Zhoulfikar mengantar diskusi dengan mengatakan, “saya mendapatkan undangan diskusi FAP ditengah perjalanan pada saat di Viatnam, jadi maklum saya tidak membawa materi buku yang akan dibahas, olehkarena itu pidato saya ini untuk para mahasiswa SI bukan untuk level doktor”.
Siapa Imam Mahdi
Zhoulfikar memberi beberapa poin pendahuluan diskusi. Dikatakanya, hal yang paling penting, atau basic teaching kemahdian dan keghaiban untuk mahasiswa S1 adalah;
Pertama, mengenal sumber kemahdian. Dengan sengaja Zhoulfikar memilih sumber itu dari ahlulbayt, jadi dikatakanya, jika ada pertentangan informasi maka itu berasal dari sumber yang berbeda.
Kedua, harus bisa menjawab pertanyaan, siapa, kapan, dimana, kapan dan bagaimana Imam Mahdi Muncul.
Siapa itu Imam Mahdi?.
Dia adalaha Muhammad bin Hasan (bahasa Arab: محمد بن الحسن ) terkenal dengan Imam Mahdi, Imam Zaman dan Hujjah ibnu al-Hasan adalah imam Syiah yang kedua belas. Imam Mahdi lahir pada 15 Sya’ban 256 H/870, ada yang menyebut 15 Sya`ban 255 H/29 juli 869 di kota Samarra, Irak utara. Imam Mahdi mendapatkan tampuk imamah, 260 H/873. Lahir seorang ibu bernama Nargis Khatun, berayah bernama Imam Hasan bin Ali al-Askari as.
Memiliki julukan, Mahdi, Qaim, Baqiyatullah, Muntazhar, Hujjat, Khalaf al-Shaleh, Shahib al-Amr, Shahibuz Zaman, Wali al-Ashr dan Manshur.
Berdasarkan literatur-literatur Ahlulbayt, kelahiran Imam Zaman terjadi secara tersembunyi dan selain beberapa orang dari sahabat khusus Imam Hasan al-Askari as tidak seorang pun melihat imam kedua belas ini. Menurut keyakinan Imamiyah, Imam Mahdi af adalah juru penyelamat di akhir zaman dan dialah Mahdi Mau’ud (yang dijanjikan kemunculannya). Ia memiliki umur panjang dan akan hidup dalam kegaiban yang panjang. Kelak, ia akan muncul dan bangkit atas kehendak Allah swt serta akan memimpin dunia dengan keadilan. Mengalami dua kali masa kegaiban kecil dan besar.
Pertanyaan mendasar mengenai kegaiban Imam Mahdi adalah dimana, kapan dan bagaimana. Dalam tradisi ahlulbayt, sekitar lima tahun setelah kelahiran Imam Mahdi mengalami kegaiban di Samarra, Irak utara, mulai 01/01/874 tepat pada saat ayahnya Imam Hasan Al-Askhari meninggal dunia.
Pada umur 5 tahun Imam Mahdi dighaibkan, bersamaan dengan syahid ayahnya Hasan Al-Askhari di Samarra, 8 Rabiul Awal tahun 260 H pada usia 28 tahun di Samarra dan dimakamkan di samping pusara ayahandanya. Pusara mereka berdua terkenal dengan Haram Askariyain dan menjadi tempat ziarah orang Syiah di Irak. Imam Hasan Askari (232-260 H) adalah Imam kesebelas bagi para pengikut Syiah Itsna Asyariyah yang memimpin selama 6 tahun. Dia adalah anak Imam Hadi as dan ayah Imam Zaman as (Imam Mahdi).
Berdasarkan mayoritas sumber-sumber Syiah, satu-satunya anak Imam Hasan Askari as adalah Imam Zaman as yang bernama “م ح م د” (Muhammad). Dari kalangan ulama Ahlusunnah terdapat pula beberapa sosok seperti Ibnu Atsir, Syablanji dan Ibnu Shabbagh Maliki mnyebutkan bahwa nama “Muhammad” adalah nama untuk putra Imam Askari as.
Imam Mahdi adalah imam keduabelas. Berurutan setelah Imam Ali, Imam Hasan, Imam Husain, Imam Sajjad, Imam Baqir, Imam al-Shadiq, Imam al-Kazhim, Imam al-Ridha, Imam al-Jawad, Imam al-Hadi, Imam al-Askari.
Ketiga, berkenaan dengan fenomena Kegaiban. Kegaiban biasanya diterjemahkan dalam bahasa Inggris occultation tetapi saya lebih memilih non accessibility, ujar Zhoulfikar. Lalu kalau pengertian kegaiban dimaknai sebagai ketidakmudahan mengakses, bagaimana kita bisa mengakses Imam Mahdi?. Jawabanya, kita bisa mengakses Imam Mahdi, dan Imam Mahdi bisa mengakses kita, didasarkan atas izin Allah semata. Jika kita diijinkan Allah maka kita bisa mengakses Imam Mahdi, kita bisa berkomunikasi dengan Imam Mahdi, begitu juga ketika Imam Mahdi diberi ijin Allah untuk mengakses manusia tertentu, akses itu bisa terjadi.
Terkusus berkenaan dengan kegaiban (ghaibah), terdapat beberapa macam jenis “ghaibah”;
Pertama, ghaibah yang terjadi pada Nabi Muhammad. Terjadi pada malan hijrah, dengan mukjizat Allah, orang Qurais tidak bisa melihat Nabi.
Kedua, peristiwa di gua tzur, nabi Muhammad yang disertai sahabat Abu Bakar disembunyikan Allah dengan cara menyuruh laba-laba membut sarang, sehingga nabi tidak terlihat oleh orang-orang Qurais yang ingin membunuhnya. Kegaiban ini bermakana to hide (menyembunyikan) di gua. “Sarang laba-laba paling rapuh di seluruh dunia” menjadi hujjah kenabian nabi.
Ketiga, “ghaibah” yang terjadi pada nabi Isa. Allah menyuruh nabi Isa pergi ke langit.
Keempat, “ghaibah identitas. Terjadi pada nabi Yusuf. Saudara-sadara nabi Yusuf tidak mengenal nabi Yusuf lagi, ketika menjadi pejabat Mesir.
Dalam pandangan Zhoulfikar, kegaiban Imam Mahdi lebih dekat “pengertianya” dengan kegaiban nabi Yusuf dari sisi saudaranya yang tidak mengenal nabi Yusuf. Kita persis seperti saudaranya nabi Yusuf yang tidak mengenal Imam Mahdi. Inilah yang dimaksud ghaibah identitas. Bukan dari sisi kejelasan nabi Yusuf yang tinggal di Mesir yang semua orang bisa melihatnya.
Ada juga pandangan yang mengatakan kegaiban Imam Mahdi seperti kegaiban nabi Isa, yang diangkat (dighaibkan) oleh Tuhan. Imam Mahdi dighaibakan untuk menyelamatkan dunia. Imam Mahdi menunggu al-muntazir, sementara umat manusia berkewajiban menyongsongnya. Menurut Tabatabai, Imam Mahdi mengalami waktu kasar dan halus, seseorang yang mampu mengakses Imam Mahdi artinya dia masuk dimensi waktu halus.
Jika ghaibah identitas terjadi, bagaimana “dhuhur/kehadiran” Imam Mahdi. Imam Mahdi tentu akan memperkenalkan identitasnya. Tuhan ingin melindungi hujjahnya. Dalam sebuah riwayat dikatakan, pada 10 muharram, Imam Mahdi akan berdiri di depan ka’bah, dia akan berkata “ saya Imam Mahdi, Imam yang kalian tunggu”. Ujar Zhulfiqar.
Berkenaan dengan tanda-tanda kehadiran Imam Mahdi, Dr. Zulfikar mengatakan, meski sumber ini relatif, kita bisa memanfaatkan tanda-tanda tersebut sebagi bahan refleksi melihat kondisi zaman. Ada sumber yang mengatakan datangya (zhuhur) Imam Mahdi pada hari jumat 10 Muharrom (asyuro), akan tetapi sebelum datang, akan ada lima tanda-tanda yang akan terjadi;
Pertama, munculnya kelompok Sufyani yang akan melawan ajaran ahlul bayt. Kedua, munculnya kekompok Yamani, menjadi pelopor ajaran ahlulbayt, 1 tahun sebelum muharram, pada bulan dan hari yang sama dengan kelompok sufyani. Ketiga, adanya seruan dari langit, pada 23 ramadhan (malam lailatul qadr), Tuhan akan memerintahkan tangisan malaikat dari langit. Keempat, dengan mukjizat Tuhan, tentara Sufyani akan tersedot ke bumi, dan tidak ada yang tersisa. Peristiwa itu terjadi di Baidhoh. Diantara Mekkah dan Madinah. Kelima, syahidnya nafs zakkiyah (alim) pada 25 zulhijah, 2 minggu sebelum datangnya Imam Mahdi dan darahnya akan mengalir di sekitar ka’bah.
Pada saat kelompok Sufyani akan muncul nanti, akan ada reaksi balik dan setimpal dari kelompok Yamani. Kelompok Yamani tidak akan tinggal diam. Olehkarena kelompok Yamani bergerak, maka Allah akan menolong dengan jalan menyedot seluruh tentara sufyani ke perut bumi. Sebelum zuhur (hadirnya) Imam Mahdi, ada kelompok orang alim (nafs zakiayah) yang bertemu dengan Imam Mahdi dan akan menjadi martir.
Penanggap
Setelah kurang lebih 30 menit Dr. Zhoulfikar Vasram menyampaikan materi, giliran Dr. Nano Warno sebagai penanggap memberi poin-poin komentar;
Pertama, seharusnya isu Mahdiisme dibicarakan dalam Interdisipliner ilmu, agar lebih bisa mengangkat wilayah teologi menjadi lebih luas dan mendalam. Terkait dengan tema global mahdiisme, seharusnya bisa dibincangkan dalam kontek program aksi berbasis ideologi yang nyata.
Kedua, terdapat sinkronitas, paralelitas, isu Mahdiisme dengan tema Insan kamil dalam irfan, juga dalam kultur kepercayaan orang awam yang mengenal mahdisime sebaga ratu adil. Olehkareana itu perlu bersinergi dengan wacana lokal sehingga masyarakat terkena imbas menemukan semangat dan optimisme baru (membangkitkan semangat mahdiisme dengan wadah kepercayaan lokal).
Ketiga, mahdiisme sangat penting, karena kiamat tidak akan terjadi tanpa kehadiran sosok Imam Mahdi. Hal ini memberi gambaran kepastian kosmologi eskatologis, bumi tidak akan kosong dari hujjah Allah dan bahwa jika keimamahan terputus niscaya urusan-urusan Tuhan akan terbengkalai dan bahwa hujah Allah di muka bumi merupakan nikmat yang dianugerahkan Allah kepada orang-orang yang beriman, yang dengan petunjuk ini Ia memuliakan mereka.
Keempat, isu mahdisime secara sosiologis menjadi penyeimbang wacana tentang konsep ideologi kapitalisme, komunisme dan sosialisme. Masyarakat tanpa kelas, kesejahteraan tanpa batas adalah bentuk-bentuk perwujudan cita-cita masyarakat (utopi). Hanya saja cita-cita itu berbasis material, sedang mahdiisme adalah mekanisme eskatologis rasional religius berbasis cita-cita masyarakat spiritual yang mendambakan keadilan total dan pasti akan terjadi.
Kelima, isu mahdiisme meski berdimensi eskatologi akan selalu menemukan pijakan rasional, relevansi dan kepastian karena masa depan dibaca terarah dan rasional. Pengelolaan masa depan masyarakat bersifat vertikal dan bukan sebaliknya, masyarakat horisontal sekuler (flat rasionalism).
Keenam, tradisi keghaiban adalah tradisi para nabi, juga kepercayaan lokal. Namun seringkali narasi eskatologi ini seringkali dimanipulasi, dibelokkan untuk tujuan politik sekuler, sebagai contoh pemanfaatan narasi apokalipstik George Bush untuk menjustifikasi invasi ke Irak. Olehkarena itu isu mahdiisme harus dinarasikan secara rasional dan berbasis religiusitas untuk mencounter stereotype narasi “mitos”.
Dari komentar Dr. Nano dan Dr. Zholfiqar dapat di tarik benak merah. Mahdiisme adalah bekal kaum beriman dalam menghadapi kezaliman global, berdimensi rasional (karena rapuhnya rasionalitas manusia, butuh kepastian bimbingan Tuhan). Mahdiisme membuat jalanya sejarah manusia terarah, membangun optimisme pergerakan, wadah iman sosial. Dunia adalah ciptaan Tuhan dan segala puncak kezaliman adalah perbuatan manusia, bahan ujian kaum beriman dari Tuhan. Mahdiisme adalah jalan “irfan” sosial, sistem berpikir bagaimana cara menyudahi sejarah umat manusia. Membangun surga keadilan dunia yang mirip dengan surga keadilan akherat yang paling sempurna, karena akherat dan dunia adalah dua keping koin, satu wajah, satu realitas.
Setelah diskusi berlangsung kurang lebih 2.5 jam, tepat pukul 12.00 wib, FAP di tutup. Kurang lebih dua puluh peserta hadir, terdiri dari mahasiswa dan para dosen STFI Sadra. Acara diskusi rutin ini diselenggarakan oleh Departemen Riset Sekolah Tinggi Filsafat Islam (STFI) Sadra.(ditranskip dan ditulis oleh Muhammad Ma’ruf)