Membangun Karakter Melalui Pendidikan Ruhani
Nurhasanah, M.Ud, Staf Peneliti dan Sekretaris Riset STFI Sadra, email: salikamunir@gmail.com
Abstract
Nowadays, the government of Indonesia just informs to carry the nation into a transformation system, and well known as a mental revolution or character building. Government said that our nation have to focus on generation’s character. Furthermore, they confirm that this nation needs a new movement in education. Generally, education has different process with any other fields, such as: industry, economic, medical, politic, and so on. Education is defined as development process which has purpose to actualize potentials inside of a man. Education is only used for human beings, because it is impossible to educate medal or stone as we can educate human or animal. The main thing that we have to realize in education process is educating soul, and that is why education must be connected to fitra (nature). Actually, education is also oriented to the development of man’s soul. As long as education has a focus to soul’s development, so human being could be as well as creature which living in awareness. Human being understand their life’s purpose, especially how to interact with another creatures; man to man, man to animal, animal to man, and so on.
Thus, in the theme of Islamic character building, we must concern on educating soul before going to educate mind. Al-Qur’an has an obligation to educate rȗh (soul), that means Allah subhanahu wa ta’ala through Al-Qur’an also educate human‘s soul. Unlike body, soul is immaterial and educating soul will have challenges, but it can make a better change in the world. So we cannot be afraid of any damage situation, because of educated soul will actualize a lot of positive influences.
Keywords: Mental revolution, character building, soul.
Pendahuluan
Islam sejak kemunculannya adalah sebagai pengubah keadaan, dan juga sebagai pembuka jalan bagi zaman kejahiliyahan menuju era pencerahan ilmu pengetahuan. Adapun Rasulullah Saw juga diutus oleh Allah Swt sebagai agen perubahan tersebut. Rasulullah Saw mendapat amanat untuk mendidik masyarakat menjadi manusia yang berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Islam. Rasulullah Saw juga mendidik ummatnya secara bertahap dan melalui dua metode dakwah; sirr (rahasia) dan jahran (terang-terangan). Rasulullah menerapkan beberapa bidang pokok dalam mendidik mereka, yaitu: pendidikan tauhid, pengajaran Al-Qur’an, pendidikan sosial masyarakat. Ketiga hal tersebut menjadi konsentrasi Nabi dalam pembinaan ummat, sehingga ummat mendapatkan pengajaran langsung dari utusan Allah, sebagian ummat ada yang mengikuti dan sebagian yang lain ada juga yang mengingkari, demikian keadaan awal pendidikan Islam yang dimulai oleh Nabi Saw di kota Makkah dan Madinah.
Dalam tradisi tasawuf, ruh adalah wujud manifestasi Tuhan. Ruh merupakan substansi manusia, karena tanpa ruh manusia tak berwujud apa-apa. Ruh memiliki peran sebagai penyempurna manusia, oleh karena itu ruh bernilai sangat mulia. Hakikat manusia dibentuk oleh ruhnya, sedangkan jasad adalah alat pelengkap, tanpa ruh jasad tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Namun ruh juga menjadi media tranformasi ilmu pengetahuan dari Tuhan kepada manusia. Sebagaimana Allah Swt berfirman: “Katakanlah: Ruh itu termasuk urusan Tuhanku.” Dan ketika Allah ta’ala menjadikan Al-Qur’an sebagai sebuah metode belajar dan menyatakan bahwa Diri-Nya sebagai guru. Allah Swt berfirman: “Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan Al-Qur’an.” Dengan begitu, kini menjadi jelas bahwa Al-Qur’an mengajarkan manusia melalui tiga cara: 1) pengetahuan inderawi (hissi), 2) pengetahuan nalar (‘aqli), 3) pengetahuan ruhani (syuhudi). Dan pendidikan ruhani adalah asal dari pendidikan manusia. Hal ini disebabkan karena hanya manusia yang mampu dan layak mendapatkan pengajaran serta pendidikan ruhani. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak untuk mendapatkan keduanya, karena peran ruh dalam diri mereka adalah sama. Al-Qur’an menegaskan bahwa hakikat manusia adalah ruhnya. Ruh manusia juga disebutkan sesuai dengan keadaanya, ruh memiliki nama-nama tertentu yang disebabkan oleh beberapa hal, ruh disebut qalb atau fu’âd, dalam keadaan yang lain ruh dikatakan sebagai nafs (jiwa) ataupun shadr. Sebutan-sebutan tersebut mengindikasikan bahwa ruh memiliki nilai. Ruh sebagai wujud murni yang diberikan Allah kepada manusia, karena ruh terbebas dari beban apapun yang bersifat materi. Tugas dan tanggungjawab ruh adalah sebagai perantara antara Tuhan dan manusia, saat Tuhan memberi hak dan kewajiban kepada manusia, sesungguhnya yang menerimanya adalah ruh bukan jasad. Jasad hanya bekerja melaksanakan apapun yang diterima oleh ruh. Ruh tidak memiliki identitas ataupun gender, karena ruh bersifat immaterial dan independen.
Manusia diciptakan Allah ‘azza wa jalla sebagai khalifah-Nya di muka bumi, manusia dikhususkan sebagai penerima dan pembawa amanat Tuhan, dihadapan Allah manusia adalah makhluk yang sempurna, makhluk yang dapat memikul beban yang tidak dapat dipikul oleh makhluk-makhlukNya yang lain. Manusia akan menggunakan nalar dan panca inderawinya untuk memperoleh pengetahuan dalam perjalanan kehidupan. Manusia telah dibekali hal-hal yang luar biasa karena hal ini tidak diberikan Allah kepada selain manusia. Manusia memiliki fitrah tauhid, karena ruhnya terikat janji kepada Tuhan. Ruh manusia menyaksikan kebenaran Allah sebagai Tuhannya. Selanjutnya, Allah juga memberikan manusia ilham ketakwaan dan kefasikan, disaat yang sama manusia juga diberikan kemampuan untuk bertanggungjawab atas apa-apa yang dia perbuat. Untuk menegaskan hal ini, Allah Swt berfirman: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kelapangan (kesanggupan)-nya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan dia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa), Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami atas kaum yang kafir.”
Hakikat karakter adalah kecenderungan hati (sikap, attitude) dalam mereaksi sesuatu secara bentuk perilakunya (behavior). Dan kecenderungan hati yang ditindaklanjuti oleh perbuatan itulah yang disebut karakter.
Pengembangan Akal
Akal dalam riwayat-riwayat Islam ditegaskan sebagai kekuatan atau daya untuk menganalisis. Dengan akal, manusia dapat berpikir rasional dan sistematis. Sebuah sistem pendidikan selalu dapat kita temui di seluruh bidang ilmu pengetahuan, baik itu ilmu ekonomi, politik, kedokteran, filsafat, teknik, sastra, psikologi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pendidikan menjadi satu-satunya unsur yang mencakup seluruh bidang ilmu. Dengan pendidikan, semua orang dapat memperoleh keahlian apapun, tapi belum tentu seseorang yang ahli politik dapat memberikan pendidikan yang ideal, seorang yang ahli teknik belum dapat mendidik seseorang yang lain dan menjadikannya seorang ahli mesin juga, sebagaimana yang dilakukan seorang guru yang mampu mendidik murid-muridnya yang di kemudian hari menjadi seorang insinyur, dokter, ekonom, psikolog, dan seterusnya. Maka dalam hal ini, pendidikan membutuhkan objek sebagai penerima pendidikan, yaitu manusia secara indvidu maupun masyarakat.
Manusia dinilai sempurna karena memiliki akal untuk berpikir, namun akal tidak mampu bekerja sendiri, akal membutuhkan partner untuk menciptakan kondisi yang dinamis dan harmonis. Akal membutuhkan ruh untuk menggerakkan anggota tubuh sehingga manusia mampu berlaku baik. Manusia tidak dituntut karena memiliki akal dan pengetahuan, tapi manusia akan diminta tanggungjawabnya sebagai makhluk yang memiliki kesempurnaan akal dan kemurnian ruh. Jika pemerintah Indonesia yang sekarang sibuk mengkampanyekan “pendidikan berbasis karakter” namun tidak demikian dengan para penggiat pendidikan. Bagi mereka dalam dunia pendidikan terdapat tiga komponen dasar, yaitu pendidikan, pengajaran, dan pengasuhan. Setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan, pengajaran, dan pengasuhan. Seorang guru misalnya, harus memiliki jiwa pendidik, pengajar dan pengasuh. Ia mampu mendidik anak-anak didiknya dengan ilmu pengetahuan, dan mengajarkan nilai-nilai kebaikan, namun ia juga mampu mengasuh anak-anak didiknya dengan kasih sayang sebagaimana ia mengasuh anak kandungnya.
Akal manusia memiliki potensi yang luar biasa, setiap potensi memiliki batas maksimal, hal ini berkaitan dengan kemampuan setiap individu untuk mengerahkan tenaga dan pikirannya agar mendapatkan sesuatu yang berguna, minimal untuk dirinya sendiri, kemudian ia berpikir untuk berbuat bagi orang lain. Seorang pendidik hanya berkewajiban untuk memberi tranformasi ilmu kepada anak-anak didiknya, dan memotivasi mereka untuk mengembangkannya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Jika otak sebagai media untuk menyimpan dan menyerap ilmu pengetahuan, maka pengembangannya adalah mengaktualisasikan ilmu pengetahuan tersebut menjadi hal yang bersifat praktis, sehingga dapat dirasakan manfaatnya. Dalam tradisi bangsa Arab disebutkan bahwa “Al-‘ilmu bila ‘amalin kasyajari bila tsamarin” maksudnya adalah ilmu pengetahuan yang tidak diamalkan akan seperti pohon tiada berbuah, dengan kata lain ilmu pengetahuan tersebut tidak banyak manfaat yang dapat diberikan pada diri individu maupun orang lain.
Pengembangan Fisik
Fisik memiliki peran penting terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang ada didalam diri manusia. Melalui fisik, manusia dapat menyerap pengetahuan diluar dirinya. Tidak semua manusia dapat menggunakan panca inderanya dengan sangat baik, karena dari mereka ada yang tidak memiliki fisik secara lengkap atau utuh, namun bagi mereka yang memiliki kepekaan akan mampu mengoptimalkan seluruh kekuatan fisiknya, Tanda-tanda orang yang sempurna akalnya adalah mereka yang mampu menggunakannya untuk memperoleh banyak manfaat, akalnya memberi instruksi kepada anggota tubuh untuk melakukan hal-hal positif sebagai bukti bahwa akalnya terus berkembang dan menjadi kreatif. Dengan begitu, ilmu pengetahuannya akan bertambah dan ruh juga berperan sebagai pengawas segala tindakannya.
Dalam pendidikan, tidak ada pembatasan untuk mengembangkan seluruh potensi yang ada didalam diri manusia. Seluruh manusia diharuskan untuk mengaktualkan potensi yang mereka miliki, maka dari itu, mereka yang mampu memberikan banyak ruang untuk potensinya agar menjadi aktual adalah mereka yang berpikir dan berilmu. Islam mengajarkan agar seluruh potensi dapat berkembang secara seimbang, baik yang bersifat jasmani maupun ruhani. Pendidikan identik dengan proses pengembangan yang bertujuan untuk membangkitkan sekaligus mengaktifkan potensi-potensi yang terkandung dalam diri manusia. Sebuah pendidikan tidak sama dengan konstruksi bangunan. Pendidikan adalah proses mendidik manusia untuk menjadi makhluk yang beradab dan berpengetahuan. Setiap manusia akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrahnya, ia akan memiliki kecondongan-kecondongan pada pengetahuan yang mampu menjadikannya sebagai makhluk hidup yang bertanggungjawab. Para ulama akhlak mengatakan bahwa setiap esensi manusia adalah akhlaknya, jadi tidak salah jika pendidikan sudah dimulai sejak usia dini, karena anak-anak usia dini bisa menerima pendidikan dan pengajaran lebih besar daripada anak-anak yang berusia remaja dan dewasa.
Fisik memiliki elemen yang diketahui sebagai panca indera, dan perkembangan panca indera telah dimulai sejak manusia berusia 0 tahun, seorang bayi akan terlatih untuk dapat mengembangkan potensi panca inderanya secara alamiah. Ia juga memiliki kemampuan untuk menyerap pengetahuan agar dirinya mampu beradaptasi dengan dunia diluar rahim ibunya. Ia akan bersentuhan dengan lingkungan sekitarnya, seperti mengerahkan tenaga untuk menangis, tangannya bergerak untuk menyentuh tangan ibunya, lidahnya mengecap rasa air susu ibunya untuk pertama kali, dan seterusnya. Pengembangan ini adalah pengembangan yang dilalui tahap demi tahap perkembangannya. Sehingga sang bayi bisa menjadi manusia dewasa yang sempurna karena usaha dan pengetahuannya. Seorang manusia dapat memaksimalkan potensi dalam dirinya dengan mengoptimlakan fisik, sehingga memberikan keluasan berekspresi dan menggali lebih dalam kualitas dirinya.
Keindahan jiwa dan akal tidak dapat dilihat jika fisik hanya diam. Tugas fisik adalah mengaktualkan apa yang dirasakan didalam jiwa dan yang dipikirkan oleh akal. Pembinaan fisik pada masyarakat muslim tentunya menjadi hal penting, sebagai pelengkap pendidikan. Masyarakat muslim harus siap ditempa supaya menjadi masyarakat yang unggul dan ideal, sehingga dapat menjadi teladan bagi masyarakat muslim lainnya, bukan hanya dalam satu lingkungan, tapi bisa menjadi teladan antar bangsa.
Pengembangan Spiritual
Salah satu tujuan pengajaran dan pendidikan adalah membangun kepribadian manusia. Diantara yang lain, aspek spiritual adalah pengembangan yang jarang diperhatikan dalam sistem pendidikan di Indonesia sekarang. Para pemangku kebijkan hanya berorientasi pada prestasi dan pencapaian anak didik, tapi lupa menelaah dan memperhatikan pengembangan spiritual. Pada kenyataannya, anak-anak didik hanya dipacu untuk melaksanakan hak dan kewajiban untuk menunjang pendidikan, sementara hak ruhaninya terabaikan.
Ruh merupakan poros bagi seluruh aktifitas manusia, karena ruh akan saling terkait dan terhubung dengan segala sesuatu diluar diri manusia. Dalam pengembangan spiritual, ruh dididik untuk senantiasa mengingat kepada Sang maha Pencipta, untuk itulah ruh bertugas untuk mengawasi akal dan anggota tubuh dalam menjalankan tugas masing-masing. Pendidikan dan pengembangan spiritual (ruhani) dalam Islam diatur sedemikian tertib dan rasional, sebab hal ini yang menjadi fokus utama dalam sistem pendidikan yang harus dijaga dan dikembangkan. Dan belum ditemukan sistem pendidikan yang seperti ini di dunia Barat. Islam juga menekankan pada ketinggian nilai jiwa dan ruhani manusia, serta menjaga kemuliaannya dari hal-hal yang bisa merusak kemurnian jiwa itu.
Bersumber dari kemurnian jiwa dan ruhani, maka manusia akan mengaktualkan potensi tersebut dengan akhlak karimah. Seseorang yang berakhlak baik akan mampu menghalau segala macam bentuk pengaruh negatif, karena alat pengawasnya adalah kemurnian jiwa. Dalam pandangan Islam, akhlak digunakan sebagai alat untuk mendidik manusia agar sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Manusia diciptakan dengan segala kelebihan dan kekurangan, keduanya disebut sebagai potensi. Jadi manusia memiliki dua poros potensi, yaitu yang berupa hal-hal yang membuatnya lemah dan hal-hal yang membuatnya merasa cukup bermanfaat untuk berbagi pengetahuan kepada sesamanya. Saat ini, umat Islam seperti kekurangan metodologi untuk mendidik para generasinya, tapi hal ini adalah mustahil karena Rasulullah Saw telah memberikan contohnya ribuan tahun yang lalu. Beliau menyatakan bahwa dirinya diutus Allah Swt untuk menyempurnakan akhlak. Kaitannya dengan masalah yang sedang dihadapi umat Islam adalah para pemeluknya terlupakan oleh metodologi tersebut. Penyempurnaan akhlak merupakan metodologi yang selalu akan menjadi pekerjaan rumah bagi para orangtua, guru, atau praktisi pendidikan lainnya untuk sama-sama memberikan konsentrasi untuk memperbaiki sistem pendidikan yang semakin lama semakin tidak beraturan. Manusia merupakan cerminan akhlaknya, dalam beberapa keadaan akhlak diidentikkan dengan moral, tingkah-laku, sikap, atau etika. Dalam pengembangan spritual harus diperhatikan juga etika terhadap Allah dan Rasul-Nya, setiap insan memiliki fitrah tauhid, yakni mengEsakan Dzat Allah, dan mengakui bahwa Muhammad adalah utusan-Nya. Spiritualitas tidak akan berarti sama sekali tanpa ada sikap ketundukan dan kepatuhan terhadap Sang Pencipta alam semesta dan segala isinya. Dzat Maha Tinggi yang telah memberikan manusia beragam macam potensi untuk diaktualkan sehingga dapat membawa manfaat bagi diri dan lingkungannya. Tauhid juga merupakan intisari peradaban, sedangkan peradaban melahirkan pendidikan, dari pendidikan akan muncul generasi-generasi yang kuat spiritual, mental, dan karakter.
Murtadha Muthahhari juga memaparkan beberapa faktor internal dalam pendidikan Islam, yaitu:
a. Al-muraqabah (mawas diri)
Manusia diharuskan untuk mawas diri, agar ia senantiasa menyadari setiap tingkah laku dan perkataan yang dilakukannya. Segala yang dilakukan tidak merugikan diri dan orang lain.
b. Al-muhasabah (intropeksi diri)
Dalam setiap hal yang telah dilakukan, manusia memiliki kewajiban pula untuk dapat mengevaluasi agar dapat melakukan sesuatu yang lebih baik lagi.
c. Al-musyarathah (persyaratan bagi diri sendiri)
Seyogyanya manusia memiliki syarat-syarat tertentu untuk bisa melakukan hal yang memberi manfaat untuk dirinya, sehingga ia menjadi terarah dan fokus dalam melakukan aktifitas.
d. Al-mu’atabah (menyesali kesalahan)
Penyesalan memang selalu datang terlambat, namun hal terbeut juga tetap memberikan manfaat positif, dan menjadikannya motivasi untuk bisa melakukan banyak hal yang lebih baik lagi.
e. Al-mu’aqabah (memberi sanksi)
Manusia harus berani bertanggung jawab atas diri dan perbuatannya. Jika melakukan kesalahan sebaiknya ia dapat memberikan konsekuensi hukuman untuk dirinya sendiri, paling tidak ia tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.
Pada kesimpulannya, dalam Islam setiap manusia diajarkan untuk menjadi pribadi yang berkualitas baik secara lahir maupun batin dalam ketakwaan kepada Allah Swt. Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut diharapkan menjadi pondasi untuk membentuk karakter yang muliapendidikan karakter tidak dapat terlepas dari kerangka ajaran Islam yang kâffah (komprehensif), seperti akidah, syariah, dan akhlak. Akidah menanamkan tauhid serta iman, syariah memberikan arahan untuk mengamalkan kebajikan, dan akhlak menjadi perisai bagi tauhid dan syariah atau dengan kata lain sebagai pelopor untuk beramar ma’ruf nahi munkar, serta dengan akhlak, manusia menjaga hubungannya dengan Allah, dan sesama makhluk-Nya. Hubungan-hubungan yang terjaga dengan baik inilah yang menjadikan kehidupan lebih harmonis dan dinamis, kemudian dapat mencetak generasi-generasi muslim yang bertauhid, berpengetahuan, dan berakhlak mulia.